ILMU PENGETAHUAN vs KEBENARAN
            Copernicus, penemu teori “Matahati-Sentris” sangat ditentang kala itu, khususnya oleh kalangan gereja yang meyakini kebenaran “Bumi-Sentris”. Pada 1609, Galileo, sang penemu teleskop, mendukung teori Copernicus. Melalui teleskopnya, ia melihat Saturnus yang dilingkari gelang-gelang satelitnya, dan tahulah ia bahwa ada empat buah planet yang berputar-putar mengelilingi benda langit tersebut. Selanjutnya penelitian itu beralih ke Planet Venus. Dan itu merupakan bukti paling penting yang mengukuhkan teori Copernicus, bahwa bumi dan semua planet lainnya berputar mengelilingi matahari. Khazanah keteraturan jagad raya seperti yang dilihat Galileo dan Copernicus, telah ada dalam Al-Qur’an, 1400 tahun lalu.
            Sementara itu, dukungan Galileo terhadap teori Copernicus menyebabkan dirinya harus berhadapan dengan kalangan gereja yang menentangnya habis-habisan. Penentangan gereja itu mencapai puncaknya pada 1616. Galileo diperintahkan untuk menahan diri dari menyebarkan hipotesa Copernicus. Galileo merasa terjepit selama bertahun-tahun. Sesudah Paus meninggal dunia pada 1623, dia (Paus) digantikan oleh orang yang mengagumi Galileo. Paus baru itu, member pertanda, walau samar-samar, bahwa larangan terhadap Galileo tidak lagi diteruskan.
            Enam tahun berikutnya, Galileo menyusun karya ilmiahnya, Dialog tentang Dua Sistem Penting Dunia. Dan lagi-lagi, penguasa-penguasa gereja menanggapinya dengan berang tatkala buku itu terbit dan Galileo langsung diseret ke muka Pengadilan Agama Roma. Hukuman lain terhadapnya hanyalah sebuah permintaan agar ia secara terbuka mencabut kembali pendapatnya bahwa bumi berputar mengelilingi matahari. Ilmuwan berusia 69 tahun itu terpaksa melaksanakannya dihadapan pengadilan terbuka. Namun, ia menunduk ke bumi dan berbisik pelan, “Tengoklah ia (bumi ini) masih terus bergerak.” Galileo meninggal tahun 1642.
Matahari bersinar dan bulan bercahaya 

Kisah di atas kiranya bisa menggambarkan, bahwa terkadang suattu kebenaran atas ilmu pengetahuan sering ditutup-tutupi, untuk melindungi kepentingan diri sendiri atau golongan tertentu. Kejadian seperti itu tidak hanya terjadi pada skala besar seperti penemuan Copernicus dan Galileo, tetapi sering juga muncul untuk suatu hal yang skalanya mungkin lebih kecil, seperti: kebohongan seorang namanajer keuangan terhadap perusahaannya untuk menutup-nutupi kebocoran dana. Atau, mungkin pejabat-pejabat tinggi Negara yang membohongi rakyat dengan menutupi keadaan Negara yang sebenarnya.
            Akhir dari peristiwa-peristiwa tersebut mudah ditebak: munculnya krisis moral dan ekonomi yang berkepanjangan. Perusahaan-perusahaaan berada di ujung jurang kehancuran. Ini sangat menghambat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, juga sisi spiritual “ketuhanan”.
            Melalui mekanisme yang jelas dan terarah, prinsip keilmuan yang ada dalam pikiran kita selalu terasah. Ingatlah, ilmu bergerak dari pembenaran dan sanggahan, berdasarkan logika dan bukti-bukti nyata. Kalau itu terjadi, maka kita mampu menjadi sosok manusia yang tidak saja pekerja keras dan berprestasi, namun juga mampu mencari “karunia Allah” yang bertebaran di muka bumi. Ia mampu menilai sesuatu, mengambil keputusan secara obyektif berdasarkan prinsip fitrah yang abadi, bukan semata karena pengaruh dan tuntutan lingkungannya.
            Renungkan kejadian-kejadian diatas agar kita bisa mengendalikan emosi antara ilmu pengetahuan dan kebenaran yang tidak sepantasnya ditutup-tutupi.
 Kutipan: ESQ by Ary Ginanjar Agustian

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2012 blog.... / Template by : Urangkurai